Objek yang dilaporkan harus sesuai dengan Common Reporting Standard | PT Solid Gold Berjangka
Sementara itu, pada poin ketiga, yakni mengenai pihak-pihak yang melaporkan sesuai CSR. Selanjutnya, untuk poin keempat, berlaku bagi seluruh pemangku kepentingan terkait, yakni pengenaan sanksi bagi pihak yang melakukan pelanggaran atas kewajiban yang melapor.
“Kelima, adalah mengenai kerahasiaan data wajib pajak,” kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
CRS merupakan sistem pelaporan yang didesain tersendiri untuk pertukaran rekening secara otomatis, antara pejabat berwenang atau yurisdiksi mana pun yang telah terikat dengan perjanjian internasional. Maka, dalam poin kedua nantinya akan menjelaskan prosedur identifikasi keuangan sesuai dengan CSR.
Ini objek yang harus dilaporkan sesuai dengan CRS (Common Reporting Standard),” kata Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, di Jakarta, Senin 29 Mei 2017 .
Kementerian Keuangan bersama para pemangku kepentingan terkait menggodok aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan tersebut direncanakan segera dikeluarkan dalam waktu dekat.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat pun membeberkan lima poin utama yang dicantumkan pemerintah dalam aturan pelaksanaan tersebut. Poin pertama, adalah mengenai objek yang harus dilaporkan.
Ini Kerugian Bila RI Langgar Aturan Pertukaran Data Pajak | PT Solid Gold Berjangka
Konsekuensi paling fatal karena melanggar komitmen AEoI, diakuinya, Indonesia bisa dianggap negara yang tidak transparan, negara suaka pajak (tax haven), negara tempat pencucian uang, dan negara tujuan pendanaan terorisme.
"Fatalnya lagi, Indonesia tidak akan kompetitif secara ekonomi karena cost of doing business lebih mahal dibanding negara-negara yang menjalankan komitmen AEoI. Yang fatal juga sesuai prinsip resiprokal yang dianut, Indonesia tentu tidak akan memperoleh akses keuangan WNI di luar negeri, baik yang sudah atau yang belum ikut tax amnesty jika kita tidak punya legislasi primer," paparnya.
"Indonesia harus punya legislasi primer dan sekunder paling lambat 30 Juni 2017. Indonesia termasuk 50 negara atau yurisdiksi yang akan mulai implementasi AEoI September 2018, sedangkan 50 negara lain di September 2017," Sri Mulyani menegaskan.
Jika melewati ketentuan atau syarat internasional, Sri Mulyani bilang, Indonesia akan menuai konsekuensinya. Kondisi tersebut justru akan merugikan Indonesia.
"Apabila gagal mengambil langkah cepat, tepat, maka akan merugikan Indonesia. Indonesia akan dikategorikan sebagai yurisdiksi yang non kooperatif, dan akan berdampak pada penilaian dunia sehingga Indonesia tidak punya playing field yang sama dengan negara-negara yang komitmen AEoI," jelasnya.
Perppu ini diterbitkan karena keadaan memaksa, kebutuhan mendesak untuk memberi akses kepada otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Juga di dalam menciptakan level playing field dengan negara-negara yang sudah ikut AEoI," ujarnya saat Raker dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/5/2017).
Untuk menerapkan pertukaran informasi keuangan secara otomatis antar negara pada September 2018, Indonesia harus memiliki legislasi atau aturan primer dalam bentuk aturan perundang-undangan dan legislasi sekunder. Ini adalah salah satu persyaratan bagi Indonesia memenuhi komitmen AEoI.
Perppu ini diterbitkan karena keadaan memaksa, kebutuhan mendesak untuk memberi akses kepada otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Juga di dalam menciptakan level playing field dengan negara-negara yang sudah ikut AEoI," ujarnya saat Raker dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/5/2017).
Untuk menerapkan pertukaran informasi keuangan secara otomatis antar negara pada September 2018, Indonesia harus memiliki legislasi atau aturan primer dalam bentuk aturan perundang-undangan dan legislasi sekunder. Ini adalah salah satu persyaratan bagi Indonesia memenuhi komitmen AEoI.
Dengan AEoI, Sri Mulyani Siap Buru Rp 2.067 Triliun Harta WNI | PT Solid Gold Berjangka
Total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi Rp 1.183 triliun, sehingga masih diperkirakan ada potensi Rp 2.067 triliun aset WP Indonesia yang disimpan di luar negeri belum diungkapkan di program pengampunan pajak," Sri Mulyani mengungkapkan,
Ia mengatakan, ketimpangan atau gap ini menunjukkan ketimpangan besar terkait kemampuan Dirjen Pajak memajaki orang-orang kaya ini dan masih adanya kemampuan WP menyembunyikan asetnya lantaran belum ada AEoI.
"Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, Indonesia harus memperoleh informasi keuangan dari negara lain berdasarkan asas timbal balik dalam rangka AEoI. Karena dengan itu, Indonesia akan memperoleh informasi keuangan milik WNI yang disimpan di luar negeri, termasuk aset WP yang belum dilaporkan di tax amnesty, maupun SPT PPh," ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, lebih jauh kata Sri Mulyani, total deklarasi harta WNI di luar negeri dalam program tax amnesty sebesar Rp 1.036 triliun. Sebagian besar aset tersebut di parkir di lima negara, yakni Singapura Rp 766,05 triliun, British Virgin Island (BVI) senilai Rp 77,5 triliun, Hong Kong Rp 58,17 triliun, Cayman Island Rp 53,14 triliun, dan Australia Rp 42,04 trilin.
Sedangkan hasil repatriasi atau aset yang dibawa pulang ke Indonesia senilai Rp 147 triliun. Paling banyak berasal dari lima negara atau yurisdiksi, yakni Singapura Rp 85,35 triliun, BVI Rp 6,57 triliun, Cayman Island Rp 16,51 triliun, Hong Kong Rp 16,31 triliun, dan China Rp 3,65 triliun.
Sri Mulyani selanjutnya mengungkapkan data studi McKinsey Desember 2014 mengenai asset under management, ada US$ 250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun harta kekayaan milik orang-orang kaya Indonesia di luar negeri. Dari angka tersebut, Ia menuturkan, senilai US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.600 triliun disimpan di Singapura. Dana sebesar US$ 150 miliar berupa deposito, saham, dan pendapatan tetap.
Dia menuturkan, data ini menunjukkan, Ditjen Pajak selama ini tidak mampu atau memiliki keterbatasan untuk mengakses data keuangan Wajib Pajak (WP) di dalam negeri, dan menjadi penyebab stagnasi rasio pajak.
"Keterbatasan akses informasi keuangan memberi kontribusi terhadap rendahnya rasio pajak di Indonesia yang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir, di samping karena kondisi perekonomian yang melemah," Sri Mulyani menegaskan.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah akan mengejar aset atau harta Warga Negara Indonesia (WNI) senilai Rp 2.067 triliun yang disembunyikan di luar negeri dengan cara penerapan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI). Harta tersebut tidak diungkap dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2017, Sri Mulyani menuturkan, dari pelaksanaan program tax amnesty, total deklarasi aset WNI di dalam maupun luar negeri mencapai Rp 4.881 triliun.
"Harta senilai Rp 4.881 triliun selama ini tidak disampaikan di dalam formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/5/2017).
Dari aset atau harta yang diungkap pada program tax amnesty, lanjut Sri Mulyani, didominasi kas setara kas, surat-surat investasi, maupun surat berharga senilai Rp 3.008,3 triliun atau 58,6 persen. Sebesar Rp 2.093,1 triliun merupakan deklarasi aset di dalam negeri.