41 persen responden mengaku pernah dikecewakan dengan pelayanan transportasi online | PT Solid Gold Berjangka
Survei tersebut, ujar Tulus, melibatkan 6.668 responden dengan 55 persen laki-laki dan 45 persen perempuan. Survei dilakukan secara online terhadap pengguna jasa transportasi online pada 5-16 April 2017.
"Hal ini menandakan tidak adanya standar pelayanan minimum yang diberikan oleh operator transportasi yang bersangkutan. Dampaknya, potensi kerugian konsumen sangat besar," ujar Tulus.
Dari surveinya itu, Tulus menemukan mayoritas responden (63 persen) bersikap tidak setuju pemerintah mengatur transportasi online, yaitu dari intervensi regulasi dan wacana kebijakan pentarifan. “Sedangkan hanya 37 persen responden yang setuju,” ujar Tulus.
Selain itu, responden juga mengeluhkan aplikasi map rusak atau error (13.11 persen), pengemudi tidak datang (6.34 persen), kondisi kendaraan kurang baik (6.04 persen), pengemudi ugal-ugalan (4.73 persen), kendaraan bau asap rokok (4.61 persen), dan pengemudi merokok saat mengemudi (0.75 persen).
Tulus mengatakan, sedikitnya ada 13 ragam keluhan yang dialami konsumen transportasi onlie, di antaranya sebanyak 1.041 responden atau 22,3 persen mengeluhkan pengemudi yang minta order dibatalkan, sulit mendapatkan pengemudi (21,9 persen), pengemudi membatalkan pesanan sepihak (16,22 persen).
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan sebanyak 41 persen responden mengaku pernah dikecewakan dengan pelayanan transportasi online. "Bentuk keluhan dan kekecewaan responden terhadap pelayanan transportasi online sangat beragam," kata Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat,12 Mei 2017.
72,6 Persen Gunakan Go-Jek | PT Solid Gold Berjangka
Survei tersebut melibatkan 4.668 responden untuk merespons dinamika dan eksisnya transportasi berbasi aplikasi di beberapa kota besar di Indonesia. Survei dilakukan pada 5-16 April 2017 secara online.
Terkait pelayanan, hasil survei menunjukkan, konsumen secara dominan menjawab sangat baik sebanyak 77,7 persen. Namun, ketika ditanya apakah konsumen pernah dikecewakan pelayanannya, 41 persen responden mengaku pernah mengalaminya.
Kasus yang paling sering ditemukan ialah sebanyak 22,3 persen dari responden yang pernah dikecewakan pernah kecewa karena pengemudi minta dibatalkan. Disusul sulitnya mendapatkan pengemudi sebanyak 21,19 persen.
Alasan responden memilih atau menggunakan transportasi online, kata Tulus, pada umumnya menyatakan karena murah (84,1 persen), cepat (81,9 persen), nyaman (78,8 persen), dan aman (61,4 persen).
Adapun moda transportasi yang dipilih konsumen, sebanyak 55 persen menggunakan transportasi online jenis mobil dan motor. Sedangkan yang menggunakan motor saja sebanyak 21 persen, dan menggunakan mobil saja sebanyak 24 persen.
Penggunaan satu sampai dua kali dalam sehari sebanyak 27,6 persen, seminggu sekali 13,7 persen, dan 8,7 persen menggunakan transportasi online lebih dari tiga kali dalam sehari.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan 72,6 persen dari 4.668 responden pengguna jasa transportasi online memilih Go-Jek. "Go-Jek menduduki rating tertinggi dipilih konsumen," kata Tulus dalam keterangan tertulisnya, Jumat,12 Mei 2017.
Menurut Tulus, di bawah Go-Jek, Grab dipilih responden olehh 66,9 persen. Sedangkan Uber digunakan 51 persen, dan My Bluebird 4,4 persen. Dari frekuensi penggunaannya, ujar Tulus, 31,6 persen pengguna paling banyak menggunakan transportasi online dua sampai tiga kali dalam seminggu.
Ragam Keluhan Pengguna Transportasi Online di Indonesia | PT Solid Gold Berjangka
Tulus mengatakan bahwa fenomena transportasi online muncul karena buruknya fasilitas transportasi publik. Maka, pemerintah tidak mungkin untuk melarang transportasi online.
"Keberadaan transportasi online tidak bisa dielakan, apalagi dilarang. Fenomena ini terjadi karena masih buruknya pelayanan angkutan umum di kota-kota besar Indonesia, termasuk Kota Jakarta," kata Tulus.
YLKI juga menyarankan pemerintah mengkaji kebijakan batas bawah dan atas transportasi online. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus bisa membuktikan apakah tarif transportasi online itu karena faktr efisiensi atau faktor banting harga.
"Jika faktor efisiensi menjadi penyebab, maka tarif batas bawah tidak layak diterapkan," ucap Tulus.
Agar transportasi online bisa memuaskan pelanggan, YLKI menyarankan untuk membuat standar pelayanan. Dengan begitu bisa diketahui apakah konsumen terpuaskan atau tidak.
"Pelayanan transportasi online belum mempunyai standar yang jelas. Oleh karena itu mendesak untuk adanya standar pelayanan minimal, khususnya untuk taksi online. Standar pelayanan minimal sangat urgen, untuk menjamin pelayanan yang terukur bagi konsumen," ucap Tulus.
Meski pernah dikecewakan, masyarakat mengaku cukup puas terhadap pelayanan transportasi online. Ada 77,7 responden yang menjawab pelayanan transportasi online sudah sangat baik.
"Jawaban cukup 21,8 persen, kurang baik 0,4 persen dan menjawab sangat buruk 0,1 persen," ujar Tulus.
"Survei dilakukan pada 5-16 April 2017, dengan melibatkan 4.668 responden. Ketika ditanyakan apakah konsumen pernah dikecewakan oleh pelayanannya; sebanyak 41 persen responden mengaku pernah dikecewakan, dan sebaliknya 59 persen responden tidak pernah dikecewakan," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangannya, Jum'at (12/5/2017).
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan transportasi online. Hasilnya, sekitar 41 persen konsumen mengaku pernah dikecewakan oleh transportasi online.