Posted by PT Solid Gold Berjangka News on Jumat, 16 September 2016
Google pun menolak untuk diperiksa oleh Ditjen Pajak | PT. Solid Gold Berjangka
Forum ini dilakukan untuk menyatukan persepsi menteri keuangan di dunia mengenai pajak over the top (OTT). "Kalau menganggap perlu ada suatu forum internasional supaya para menkeu-menkeu bisa sepakat dan tidak punya interpretasi sendiri, mungkin kita akan bawa di forum internasional," ujarnya.
Pemerintah hingga saat ini masih belum berhasil memungut pajak Google secara optimal. Jangankan memungut, Google pun menolak untuk diperiksa oleh Ditjen Pajak. Untuk itu, pemenangan akan segera merapatkan barisan untuk dapat memungut pajak Google yang optimal. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa akan belajar dari dunia internasional mengenali pengelolaan perpajakan.
"Kita lihat saja lah kalau di AS (Amerika Serikat) dan Eropa terjadi masalah Apple. AS dan Eropa rebutan siapa yang harus mengumpulkan pajak, di Australia juga sama. Lihat negara lain kompleksitas dari pemungutan pajak dari aktivitas ekonomi seperti ini akan kita sikapi," kata Sri Mulyani di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/9/2016). Sri Mulyani juga berencana akan menggelar forum internasional untuk dapat membahas hal ini.
Ditjen Pajak akan selidiki Google Indonesia | PT. Solid Gold Berjangka
Google kemudian merespons surat tersebut pada Agustus lalu dengan menyatakan bahwa Google tidak harus punya Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia sehingga tidak bisa diperiksa ataupun dikenai pajak.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengestimasi nilai iklan digital di Indonesia mencapai US$850 juta atau sekitar Rp11,6 triliun. Pendapatan utama Google berasal dari iklan digital. Kepada BBC, juru bicara Google Indonesia, Jason Tedjasukmana, menyatakan Google Indonesia telah dimasukkan sebagai perusahaan lokal sejak 2011.
Direktorat Jenderal Pajak akan menyelidiki Google Indonesia karena menolak bekerja sama terkait pemeriksaan laporan pajak. Juru bicara Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, berkata pihaknya telah mengirimkan sebuah surat pada April lalu meminta dilakukannya pemeriksaan laporan pajak.
Hestu menjelaskan bahwa perusahaan teknologi raksasa yang berbasis di California, Amerika Serikat, itu menunjuk sebuah kantor perwakilan di Jakarta, Google Indonesia. Kantor perwakilan tersebut lalu mendapat fee atau bayaran sebesar 4% dari nilai total pemasukan iklan di Indonesia. Oleh Google Indonesia, menurut Hestu Yoga, bayaran sebesar 4% itu dijadikan basis perpajakan.
“Kami terus bekerja sama dengan pihak berwajib dan membayar semua pajak yang berlaku," jawab Jason Tedjasukmana. Ditjen Pajak juga telah memeriksa tiga perusahaan internet raksasa lain, Yahoo, Twitter dan Facebook, sebagaimana dilaporkan kantor berita AFP. Ketiga perusahaan asal AS tersebut dikatakan telah memenuhi ketentuan perpajakan Indonesia.
“Padahal dari sisi ketentuan perpajakan dan juga Kominfo pun sudah menegaskan bahwa penyedia jasa-jasa seperti itu memang harus punya bentuk usaha tetap di Indonesia," kata Hestu Yoga kepada wartawan BBC Indonesia, Mehulika Sitepu.
Padahal, lanjut Hestu, seharusnya semua penghasilan dari pemasang iklan di Indonesia yang menjadi basis pajak Google Indonesia. “Tapi mereka mengatakan bahwa penghasilannya hanya sebesar fee-nya tadi, sebesar yang diterima PT Google Indonesia itu," kata Hestu Yoga.