(Ditjen) memiliki data lengkap wajib pajak yang menyimpan harta di luar negeri | PT Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Selain itu, Perppu tersebut juga membuat Indonesia memenuhi aturan Automatic Exchange of Information (AEoI). Dengan begitu maka Ditjen Pajak bisa melakukan pertukaran data informasi secara otomatis dengan otoritas pajak negara lain.
Melalui AEoI, Ditjen Pajak diyakini bisa menjangkau harta WNI yang selama ini masih disembunyikan di luar negeri dan tidak diungkap dalam program tax amnesty.
Selain itu, Perppu tersebut juga membuat Indonesia memenuhi aturan Automatic Exchange of Information (AEoI). Dengan begitu maka Ditjen Pajak bisa melakukan pertukaran data informasi secara otomatis dengan otoritas pajak negara lain.
Melalui AEoI, Ditjen Pajak diyakini bisa menjangkau harta WNI yang selama ini masih disembunyikan di luar negeri dan tidak diungkap dalam program tax amnesty.
"Tapi untuk menjadikan data itu menjadi the riil akses untuk kami kolek (pajaknya) enggak akan bisa, jadi seperti tumpul," kata Sri Mulyani.
Bahkan menurut Sri Mulyani, tumpulnya Ditjen Pajak mengakses informasi keuangan tidak hanya terjadi di luar negeri namun juga di dalam negeri. Hal itu tidak terlepas adanya pasal kerahasiaan bank di dalam UU Perbankan.
Menurut perempuan yang kerap disapa Ani itu, keterbatasan Ditjen Pajak memverifikasi data itu lantaran tidak adanya akses menjangkau harta-harta WNI di luar negeri. Apalagi kerja sama dengan otoritas pajak dari negara lain juga terbatas.
Padahal menurut Sri Mulyani, data harta WNI itu adalah hasil data yang dikumpulkan intelijen Ditjen Pajak. Nama-nama wajib pajaknya pun sudah diketahui yakni para wajib pajak besar.
Pernyataan itu ia ungkapkan saat dipanggil Komisi XI DPR untuk memberikan penjelaskan di balik alasan penerbitan Perppu Nomer 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
"Kami punya data itu (by name, by address, by number)... tetapi kami tidak bisa memverifikasinya," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, Direktorat Jenderal (Ditjen) memiliki data lengkap wajib pajak yang menyimpan harta di luar negeri. Namun data itu tidak bisa ditindaklanjuti lantaran terbatasnya kemampuan Ditjen Pajak.
Ribuan Triliun Harta WNI Masih Sembunyi di Luar Negeri | PT Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Namun untuk ikut AEoI Indonesia terbentur terbatasnya kewenangan Ditjen Pajak mengakses data keuangan. Sebab ada tembok besar yakni pasal kerahasiaan perbankan di dalam UU Perbankan.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan Perppu Nomer 1 Tahun 2017 yang memberikan kewenangan Ditjen Pajak mengakses data keuangan tanpa izin otoritas perbankan.
Sejumlah Anggota Komisi XI DPR menanggapi beragam munculnya Perppu Nomer 1 Tahun 2017 itu. Sebagian mendukung meski dengan berbagai catatan.
"Gap tersebut menunjukkan ketimpangan besar, kemampuan otoritas pajak untuk memajaki, dan masih adanya kemampuan wajib pajak untuk sembunyikan harta," kata Sri Mulyani.
Dari fakta itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, keikutsertaan Indonesia dalam AEoI menjadi penting. Sebab, Ditjen Pajak bisa mendapatkan data dari negara yang menjadi tempat favorit menyembunyikan hartanya.
Dari studi McKinsey, terdapat 250 miliar dollar AS atau Rp 3.250 triliun kekayaan konglomerat Indonesia di luar negeri.
Dari angka itu, terdapat Rp 2.600 triliun yang disimpan di Singapura yang berupa deposito, modal, dan fixed income.
Sementara itu kata Sri Mulyani, jumlah deklarasi aset luar negeri dan repatriasi yang diungkap melalui program tax amanesty hanya Rp 1.183 triliun. Artinya, masih ada Rp 2.067 triliun harta WNI yang belum dilaporkan kepada negara.
Pernyataan itu ia ungkapkan saat dipanggil Komisi XI DPR untuk memberikan penjelaskan di balik alasan penerbitan Perppu Nomer 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
"Masih ada kemampuan wajib pajak untuk sembunyikan harta karena belum ada AEoI (Automatic Exchange of Information/ pertukaran data informasi secara otomatis)," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, meski program tax amnesty sudah dijalankan, masih banyak harta warga negara Indonesia (WNI) yang belum mengungkapkan hartanya di luar negeri.
Implementasi AEOI untuk penguatan data pajak | PT Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Menurut rencana, Indonesia mulai menerapkan era keterbukaan informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan ini pada September 2018 atau sama seperti 50 negara lainnya.
Sebanyak 50 negara telah berkomitmen untuk menerapkan inisiatif bersama ini lebih cepat dari Indonesia yaitu pada September 2017.
Beberapa kerugian apabila Indonesia gagal memenuhi komitmen AEOI adalah menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai negara G20, menurunnya kepercayaan investor, berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional serta menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.
Untuk itu, menurut Sri Mulyani, keikutsertaan Indonesia dalam AEOI yang ditegaskan melalui penerbitan Perppu bisa mengatasi persoalan keterbatasan informasi pajak serta rasio perpajakan (tax ratio) yang cenderung menurun.
"Dengan adanya implementasi AEOI, Indonesia akan memperoleh data aset maupun harta wajib pajak di luar negeri, termasuk yang belum diungkapkan dalam amnesti pajak dan SPT tahunan," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan keterbukaan akses infomasi keuangan ini akan berlaku resiprokal dengan negara lain, termasuk negara "surga pajak" (tax haven), sehingga Indonesia akan tertinggal apabila terlambat menerbitkan peraturan hukum terkait AEOI.
Mengutip studi dari lembaga riset Mckenzie, Sri Mulyani memproyeksikan saat ini kekayaan para pemilik modal kaya (high net worth individual) dari Indonesia di luar negeri mencapai Rp3.250 triliun, namun total deklarasi maupun repatriasi yang dilaporkan baru Rp1.183 triliun.
"Terdapat potensi Rp2.067 triliun aset Wajib Pajak di luar negeri yang belum diungkapkan dalam amnesti pajak. Gap tersebut menunjukkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak untuk memajaki mereka dan kemampuan Wajib Pajak untuk menyembunyikan aset karena belum ada AEOI," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan implementasi AEOI ini akan bersinergi dengan data para Wajib Pajak yang didapatkan melalui program amnesti pajak, yang berhasil mengungkap harta maupun aset di dalam serta luar negeri sebesar Rp4.881 triliun.
Meski demikian, ia menganggap data yang diungkap tersebut masih sedikit dari jumlah potensi yang ada, terutama deklarasi harta maupun aset milik Wajib Pajak di luar negeri sebesar Rp1.036 triliun dan repatriasi modal yang hanya mencapai Rp147 triliun.
"Penguatan basis data pajak ini penting untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mendorong perbaikan rasio perpajakan (tax ratio)," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Rapat kerja ini dilakukan untuk meminta keterangan dari pemerintah mengenai penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yang ditetapkan oleh Presiden sejak 8 Mei 2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan implementasi pelaksanaan pertukaran informasi secara otomatis guna kepentingan perpajakan atau Automatic Exhange of Information (AEOI) sangat penting untuk penguatan basis data pajak.