(ESDM) memberikan izin ekspor sementara konsentrat kepada PT Freeport Indonesia | PT Solid Gold Berjangka Cabang Semarang
Pasalnya ada sanksi berupa pencabutan izin ekspor bila tidak ada kemajuan pembangunan smelter. Tim verifikator independen akan mengevaluasi kemajuan smelter setiap enam bulan sekali.
Sanksi diberikan jika dalam enam bulan progres smelter tidak mencapai 90 persen dari rencana kerja. Sebelumnya Freeport mulai berkomitmen membangun smelter sejak 2014 lalu di Gresik, Jawa Timur.
Namun hingga saat ini proses pembangunannya belum masuk ketahap konstruksi. Smelter tersebut rencananya akan memiliki kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun dengan investasi mencapai 2,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Namun, jika Freeport Indonesia tak juga melaporkan progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter), maka rekomendasi ekspor tersebut pun bakal dicabut.
"Walaupun jadi IUPK tapi enggak bangun smelter tetap enggak bisa ekspor. Dalam enam bulan enggak tercapai ya dicabut," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Bambang menambahkan, pemberian rekomendasi izin ekspor selama delapan bulan dengan jatah kuota ekspor konsentrat sebesar 1.113.000 ton ini bersifat tegas.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan izin ekspor sementara konsentrat kepada PT Freeport Indonesia selama delapan bulan yang berlaku pada 10 Februari hingga 10 Oktober 2017.
Dalam rekomendasi izin ekspor sementara tersebut, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut mendapatkan jatah kuota ekspor konsentrat sebesar 1.113.000 ton.
Freeport Boleh Ekspor Kosentrat Selama 8 Bulan | PT Solid Gold Berjangka Cabang Semarang
Selanjutnya, mengenai divestasi saham 51 persen, secara logika juga akan dibahas mengenai perpanjangan kontrak.
"Kalau divestasi 51 persen kan tinggal empat tahun lagi sampai 2021. Itu logikanya," katanya.
Bambang menambahkan, pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota di Papua juga akan dilibatkan dalam proses perundingan jangka panjang.
Teguh Pamudji menyebut selama proses perundingan kedua belah pihak tidak lagi menyebut soal penyelesaian di Arbitrase Internasional.
Teguh memaparkan jika setelah perundingan jangka panjang tidak ada kesepakatan, Freeport akan kembali pada status KK yang berakhir 2021. "Kalau dia tidak terima hasil perundingan, atau katakanlah perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka dia (Freeport) bisa kembali ke KK, tapi tidak boleh ekspor konsentrat," tegasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot dalam kesempatan itu menambahkan perundingan kedua akan membahas lebih rinci mengenai stabilitas investasi sehingga Freeport bisa mendapatkan fasilitas pendukung operasional.
"Lalu, juga akan bicara soal perpanjangan operasi. Berdasarkan peraturan pemerintah itu sampai 2x10 tahun, yaitu 2021-2031 tahap pertama dan selanjutnya 2031-2041 tahap kedua," katanya.
Pada pembahasan jangka pendek, minggu lalu, kami sepakat dengan Freeport, akan ditetapkan IUPK bersifat sementara karena punya tenggat waktu 8 bulan," katanya.
Setelah mendapat IUPK sementara, Freeport dapat melaksanakan ekspor konsentrat namun harus membayar bea keluar selama periode 8 bulan tersebut. "Berbarengan dengan dikeluarkannya IUPK itu, kami juga masih hormati ketentuan-ketentuan dalam Kontrak Karya (KK)," katanya.
Teguh yang juga Ketua Tim Perundingan Pemerintah dan Freeport menuturkan, mulai pekan depan akan ada perundingan kedua untuk penyelesaian jangka panjang.
Dalam pembahasan jangka panjang sejumlah poin yang dibahas antara lain ketentuan terkait stabilitas investasi, keberlangsungan operasi Freeport, divestasi, serta pembangunan smelter (fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji, Selasa (4/4), mengatakan pemerintah dan Freeport telah melakukan perundingan intensif sejak Februari lalu saat perusahaan tambang berbasis di Amerika Serikat itu menyatakan keberatan atas perubahan status kontrak tambang.
Teguh menjelaskan ada dua hal yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyelesaian kisruh status kontrak Freeport, yakni penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang.
Penyelesaian jangka pendek, dilatarbelakangi upaya memberikan landasan hukum dan kepastian usaha bagi Freeport.
Penyelesaian jangka pendek juga memberikan kejelasan bagi pemerintah atas hubungan kontraktual setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah menyepakati penetapan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bersifat sementara hingga delapan bulan mendatang bagi PT Freeport Indonesia.
Setelah mendapat IUPK sementara, Freeport Indonesia diperbolehkan mengekspor konsentrat tanpa harus diolah dulu di smelter.
IUPK Disepakati, Freeport Ekspor Konsentrat Hingga Oktober | PT Solid Gold Berjangka Cabang Semarang
"Mulai minggu depan akan ada perundingan kedua untuk penyelesaian jangka panjang selama delapan bulan sejak 10 Februari dan berakhir 10 Oktober 2017. Kami masih punya waktu ke depan," katanya.
Tim perunding terdiri atas Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri serta pemerintah daerah di Papua.
Status IUPK yang bersifat sementara itu diakui Teguh memang belum memiliki payung hukum. Namun, ia meyakini tidak ada pelanggaran dalam kesepakatan tersebut. Terlebih kesepakatan tersebut diambil dengan tetap mempertimbangkan kedaulatan negara.
"UU memberi ruang pada pemerintah dan badan usaha untuk mencari solusi terbaik. Setelah berunding, keduanya sepakat. Tentu dengan tetap mempertimbangkan kedaulatan negara. Untuk regulasi yang memayungi, kami akan mengakomodasikan untuk melandasi hal itu," katanya.
"Landasan operasional untuk 8 bulan adalah IUPK. Tapi ketentuan di KK masih kita hormati. Dalam beberapa hal kita masih menghormati KK," ujarnya.
Terus cari solusi Teguh yang juga Ketua Tim Perundingan Pemerintah dan Freeport menjelaskan pemerintah dan Freeport akan terus mencari solusi dalam kisruh status kontrak.
Ia menuturkan ada dua pendekatan yang dilakukan yakni penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang. Untuk penyelesaian jangka pendek, yakni terkait kelangsungan operasi Freeport, telah disepakati dengan ditetapkannya IUPK yang bersifat sementara.
Ada pun untuk penyelesaian jangka panjang dengan merundingkan sejumlah hal diantaranya ketentuan terkait stabilitas investasi, keberlangsungan operasi Freeport, divestasi serta pembangunan smelter (fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menjelaskan, dengan dikeluarkannya IUPK yang bersifat sementara itu, maka Freeport akan dapat melakukan ekspor konsentrat selama periode berlakunya status kontrak yang baru.
"Dan membayar bea keluar," katanya.
Teguh mengatakan dengan keluarnya IUPK tersebut, pemerintah juga masih tetap menghormati ketentuan dalam Kontrak Karya (KK).
"Totalnya 1.113.000 ton untuk satu tahun," katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Bambang mengatakan rekomendasi ekspor memang diberikan untuk periode per tahun. Namun, ia mengatakan pengawasan tetap dilakukan setiap enam bulan.
PT Freeport Indonesia sudah bisa melakukan kegiatan ekspor konsentrat kembali hingga Oktober 2017 menyusul kesepakatan penetapan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku 10 Februari-10 Oktober.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan rekomendasi ekspor konsentrat sudah dikeluarkan sejak 17 Februari.