Bank perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) | PT Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon menjelaskan, bank perantara dapat beroperasi sebagaimana bank pada umumnya yang dapat menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) dan menyalurkan kredit. Bank perantara dapat berupa bank konvensional ataupun syariah.
"Tapi diharapkan LPS tidak boleh pegang bank ini lama-lama karena LPS tidak didesain untuk memiliki bank. Dia hanya batu loncatan saja," ujar Nelson.
Nelson menegaskan, bahwa bank perantara tentu dapat menyelamatkan bank sistemik. Apabila berdasarkan pertimbangan LPS akan lebih murah menyelamatkan bank, maka akan dibentuk bank perantara.
"Kalau lebih murah selamatkan bank dibandingkan likuidasi, ya selamatkan. Kalau dia pilih (cara) bridge bank, bisa,"ujar Nelson.
Muliaman menuturkan, secara prinsip dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank perantara wajib memenuhi ketentuan yang berlaku bagi bank kecuali ketentuan yang memang secara khusus tidak berlaku bagi bank perantara. Keberadaan bank perantara membuka opsi penanganan permasalahan solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima (P&A), penyertaan modal sementara, atau pencabutan izin usaha bank, namun juga dapat dilakukan dengan pendirian Bank Perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan/atau kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah.
"Bank perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam pendirian bank perantara tidak berlaku ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam UU mengenai Perseroan Terbatas,"jelas Muliaman D Hadad di Gedung Soemitro OJK, Rabu (5/4).
Selain itu, tidak berlaku juga ketentuan mengenai batas maksimum kepemilikan saham bank. Artinya, meskipun berbentuk Perseroan Terbatas (PT), status bank perantara nantinya hanya dimiliki oleh LPS sebagai pemegang saham.
Saat ini terdapat sebanyak 12 bank sistemik atau bank yang pelaksanaan usahanya kompleks yang apabila mengalami krisis dapat berdampak sistemik. Apabila bank sistemik tersebut mengalami masalah solvabilitas, oleh otoritas resolusi yang dilakukan adalah dengan cara mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada bank perantara.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menjelaskan, POJK tentang bank perantara memuat aturan mengenai prosedur pendirian Bank Perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran bank perantara.
Sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), salah satu opsi resolusi dalam penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur mengenai pendirian bank perantara yang muatan pengaturannya mengacu pada UU PPKSK.
Bank Perantara Disiapkan untuk Ambil Alih Bank yang Kolaps | PT Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Selain itu, karena didirikan LPS, tidak berlaku ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas didirikan oleh dua pihak atau lebih, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Bank perantara juga dikecualikan dari pemenuhan modal inti terkait kegiatan usaha atau produk dan jaringan kantor yang sudah ada.
Adapun, satu bank perantara dapat digunakan untuk menerima pengalihan aset dan atau kewajiban lebih dari satu bank bermasalah. Bank ini juga bisa menggunakan infrastruktur dari bank asal seperti jaringan kantor, Sumber Daya Manusia (SDM). informasi teknologi, prosedur kerja, dan yang lainnya.
Ketentuan mengenai pembentukan bank tersebut diatur detail dalam Peraturan OJK Nomor 16 Tahun 2017 yang terbit 4 April lalu. Prinsipnya, pendirian bank perantara bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan prinsip dan izin usaha bank dari OJK. Bentuknya bisa berupa bank umum konvensional ataupun bank syariah.
Nantinya, bank perantara yang terbentuk bisa menjalankan fungsi bank pada umumnya. “Apakah bisa beroperasi sebagai bank? Tentu bisa. Bisa menarik DPK dan menyalurkan kredit,” ujarnya. Namun, LPS tidak boleh memegang lama-lama bank ini. “Karena LPS tidak didesain untuk memiliki bank,” kata dia.
Meski menjalankan bisnis bank sebagaimana umumnya, bank perantara mendapat beberapa keistimewaan. Bank tersebut tidak mengikuti ketentuan batas maksimum kepemilikan saham bank.
Pemerintah terus melengkapi aturan teknis untuk menjalankan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan tiga peraturan terkait penanganan bank sistemik, satu di antaranya soal pembentukan bank perantara.
Bank perantara adalah bank umum yang didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai sarana resolusi atas bank sistemik yang mengalami persoalan solvabilitas yang tidak bisa lagi diatasi alias bangkrut. Bank tersebut bakal menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank sistemik serta menjalankan kegiatan usaha perbankan.
Keluarkan Aturan Pengawasan, OJK: Perbankan Kita Sehat | PT Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Adapun rasio kredit macet (Non Performing Loan /NPL) gross dalam kondisi ekonomi sekarang masih tinggi yakni sebesar 3,16 persen, namun ia menilai angka tersebut masih managable. Sementara itu NPL nett masih jauh di bawah ambang batas 5 persen yaitu 1,32 persen.
Kemudian rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) per Februari 2017 yaitu sebesar 23,18 persen, Return of Asset (ROA) dan Return of Equity (ROE) masing-masing di atas 2 persen. NIM (Net Interest Margin) tertinggi di ASEAN sebesar 5,28 persen, lalu biaya operasional dibanding pendapatan operasional (BOPO) membaik dari 83,49 persen turun ke 81,69 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) di bawah batas 92 persen yaitu 89,12 persen, dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yaitu 9,21 persen year on year.
Bagi bank sistemik, dalam hal kondisi bank semakin memburuk dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka OJK akan meminta penyelenggaran Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk menetapkan langkah penanganan permasalahan bank sistemik.
Menurut Nelson, sejauh ini kondisi fundamental industri perbankan nasional dalam keadaan sehat, sehingga belum ada yang masuk dalam kriteria tersebut. "Secara umum perbankan kita masih dalam keadaan sehat," ujar Nelson.
"Dalam ketentuan ini diatur bahwa status pengawasan bank terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus,"ujar Nelson di Gedung Soemitro OJK, Rabu (6/4).
Terhadap status pengawasan intensif dan pengawasan khusus, diatur kriteria dan jangka waktu penetapan status pengawasan, yang diikuti dengan tindakan pengawasan yang wajib dilakukan oleh bank.
Tiga POJK yang dikeluarkan itu adalah antara lain, POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum; POJK tentang Bank Perantara; dan POJK tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon menjelaskan, dalam POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun penanganan terhadap bank selain bank sistemik.
Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan tiga peraturan (POJK) sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), sehingga memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penerapan kebijakan penanganan krisis di sektor keuangan.
Solid Gold Berjangka