Pemerintah terus berupaya menyelesaikan mekanisme pembiayaan proyek Light Rail Transit (LRT) | PT Solid Gold Berjangka
Prasetyo menjelaskan, penandatanganan kontrak antara Kemenhub dengan Adhi Karya merupakan kontrak pembangunan LRT Jakarta tahap I. Untuk tahap ini adalah LRT Jakarta untuk tiga rute, yaitu Cawang-Cibubur sepanjang 14,3 kilometer (km), Cawang-Bekasi Timur sepanjang 18,5 km dan Cawang-Dukuh Atas sepanjang 10,5 km.
Dalam tahap I ini, telah disepakati total investasi sebesar Rp 23,3 triliun. Hanya saja dalam kesepakatan kontrak sore ini belum bisa dipastikan mengenai mekanisme pembiayaannya. Prasetyo mengaku, mengenai mekanisme pembiayaan ini, pihaknya akan menyelesaikan dalam waktu 30 hari ke depan, mengingat harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.
"Kalau di Perpres itu kan hanya APBN, jadi nanti dimungkinkan apakah bisa Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), atau pembiayaan lain," tegas dia.
Dalam hal ini, Adhi Karya masih bertugas sebagai kontraktor pembangunan prasarana. Nantinya yang menyediakan sarananya akan dikerjakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang bisa bekerjasama dengan perusahaan lain.
"Jadi skema pendanaannya, kan penjaminan, ada interes ratenya, lagi dibuat sama BI segala macam, nanti hari jumat diputuskan," tegas Gatot.
Sebelumnya pada 10 Februari 2017, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan bahwa LRT Jakarta akan beroperasi pada Mei 2019. Kepastian tersebut setelah adanya penandatanganan kontrak antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
"Pokoknya paling lambat pembangunan 31 Mei 2019 sudah rampung dan harus beroperasi," jelas Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono di kantornya, Jumat (10/2/2017).
"Jadi skema pendanaannya, kan penjaminan, ada interes ratenya, lagi dibuat sama BI segala macam, nanti hari jumat diputuskan," tegas Gatot.
Sebelumnya pada 10 Februari 2017, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan bahwa LRT Jakarta akan beroperasi pada Mei 2019. Kepastian tersebut setelah adanya penandatanganan kontrak antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
"Pokoknya paling lambat pembangunan 31 Mei 2019 sudah rampung dan harus beroperasi," jelas Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono di kantornya, Jumat (10/2/2017).
Ya nanti istilahnya apa, tapi kelihatannya seperti itu, KAI ikut sebagai investor," kata Prasetyo di Gedung Kementerian BUMN, Senin (27/2/2017).
Kementerian Perhubungan selaku penanggung jawab proyek memiliki waktu 17 hari lagi untuk menentukan skema pembiayaan tersebut. Kemungkinannya sumber pendanaan di luar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, pemerintah juga akan mengubah Peraturan Presiden (Perpres) yang sudah ada agar bisa mnfasilitasi pembiayaan di luar APBN.
Sementara itu di kesempatan terpisah, Deputi Kementerian BUMN Gatot Tri Hargo menjelaskan, dari hasil rapat mengenai proyek tersebut, pembicaraan mulai mengerucut.
Pemerintah terus berupaya menyelesaikan mekanisme pembiayaan proyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta. Pasca penandatanganan proyek LRT Jakarta beberapa waktu lalu, pemerintah punya waktu 30 hari untuk menentukan mekanisme pembiayaan.
Direktur Jenderal (Ditjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono mengungkapkan, pemerintah tengah membahas beberapa alternatif pembiayaan, termasuk salah satunya melibatkan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pembangunan prasarana.
Proyek LRT Jabodebek belum jelas, bisa mangkrak seperti MRT | PT Solid Gold Berjangka
Darmaningtyas menambahkan pembangunan LRT Jabodebek sangat dibutuhkan oleh masyarakat di tengah semakin tingginya kepadatan arus lalu lintas dan angkutan umum yang terbatas. Selain itu, LRT diharapkan mampu menjadi solusi bagi masyarakat menengah ke atas yang selama ini bekerja ke Jakarta menggunakan mobil.
"Masyarakat masih butuh angkutan lain seperti LRT ini. Penggunaannya juga nanti akan sedikit berbeda dengan KRL. Kalau KRL kelasnya mungkin dari bawah sampai atas, kalau LRT itu paling tidak yang saat ini mereka yang bermobil. Jadi mereka nanti akan meninggalkan mobilnya di stasiun ujung baik di Cibubur, Bogor, Bekasi lalu menggunakan LRT, jadi segmennya menengah ke atas. Selama ini kan KRL tidak menjangkau mereka, kalau LRT pasti akan menjangkau mereka," pungkasnya.
Menurutnya, pemerintah harus cepat mengambil keputusan siapa yang pegang kendali pendanaan LRT Jabodebek tersebut. Sebab, jika tidak, maka ada kemungkinan proyek LRT akan bernasib sama dengan monorail yang mangkrak.
"Pemerintah pusat harus mengambil alih supaya ini tidak boleh ada mangkrak lagi. Jangan sampai terjadi mangkrak kira kira begitu. Kalau diberhentikan terlalu mahal, juga nanti akan bahan lelucon seperti monorail Jakarta. Kita kan menghindari tidak terjadi monorail kedua," jelasnya.
Pengamat transportasi, Darmaningtyas pesimis pembangunan LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) dapat segera memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Sebab, sampai saat ini pemerintah belum menentukan pihak yang akan mendanai proyek tersebut.
"Kalau pembangunan LRT seperti di Palembang dan di Jakarta bisa diprediksi selesai kapan karena jelas didanai oleh siapa. Nah, yang masih menggantung itu LRT Jabodebek, karena sampai sekarang belum jelas pendanaannya. Swasta tidak ada yang mau mendanai pembangunan infrastruktur. Sebab pengembaliannya tidak bisa diprediksi kapan," ujar Darmaningtyas di Hall Dewan Pers, Jakarta, Senin (27/2).
Penyediaan moda transportasi baru yang lebih baik dan mampu memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat masih menjadi prioritas pemerintah. Salah satu kebijakannya adalah dengan pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT).
Belum jelas pendanaan, proyek LRT Palembang berpotensi mangkrak | PT Solid Gold Berjangka
"Sudah kontrak dummy tetapi harga sedang direview konsultan penilai. Jadi menurut saya artinya belum kontrak. Sumber dana belum jelas dan masih dibahas di Kemenko Maritim," ungkap Agus.
Agus menyarankan apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang tepat untuk pembangunan LRT Palembang dan Jabodebek lebih baik tidak dilanjutkan. Namun, apabila dilanjutkan, pemerintah harus siap menerima segala konsekuensi yang akan timbul.
"Menurut saya, kalau tidak ditemukan Financing scheme yang pas, ya tutup buku saja. Kalaupun jalan, LRT Jabodebek akan terkena kanibalisme KRL Jabodetabek. Yang di Palembang bisa diteruskan, meskipun dengan darah, keringat dan air mata," pungkasnya.
LRT di Palembang belum kontrak karena ada perbedaan harga antara konsultan penilai dan pengembang sekitar Rp 10 triliun. Mau pakai harga Waskita Karya bisa kena KPK karena lebih tinggi. Kalau pakai harga konsultan penilai, Waskita Karya akan rugi," ujar Agus di Hall Dewan Pers, Jakarta, Senin (27/2).
Agus menjelaskan khusus untuk LRT Palembang, total jumlah dana yang akan digunakan dari APBN untuk pembangunan LRT belum diputuskan. "Berapa jumlahnya belum final diputuskan. Hanya saja, Rp 2 triliun sudah tersedia untuk digunakan tahun ini," jelasnya.
Berbeda dengan LRT Palembang, LRT Jabodebek justru mengalami permasalahan yang lebih rumit. Di mana, belum ada kepastian akan menggunakan dana APBN atau akan diambil alih oleh pihak swasta.
Pemerhati Kebijakan Publik dan Konsumen, Agus Pambagio mengatakan, pembangunan Light Rail Transit (LRT) sampai hari ini belum rampung dan berpotensi mangkrak. Masalah perbedaan harga dan sumber pendanaan masih menjadi polemik yang berkepanjangan.
PT Solid Gold Berjangka