Perbankan penerbit uang elektronik diperbolehkan untuk mengenakan biaya dari transaksi isi ulang alias top up | PT Solid Gold Berjangka
"Besaran fee berapa, yang jelas tidak terlalu besar, dan pastinya mampu membuat perbankan itu lebih luas untuk penyediaan uang elektronik dan pengguna jalan tol tidak terbebani," ujar Agus.
"Besaran fee berapa, yang jelas tidak terlalu besar, dan pastinya mampu membuat perbankan itu lebih luas untuk penyediaan uang elektronik dan pengguna jalan tol tidak terbebani," ujar Agus.
Menurut Agus, saat ini penggunaan uang elektronik di 35 ruas jalan tol masih mencapai 25 persen.
Penerapan pengenaan biaya ini akan dilakukan per Oktober 2017. Ini juga sejalan dengan penerapan transaksi uang elektronik di gerbang tol.
Kalau tidak diberi kesempatan untuk menarik fee top up, maka untuk mendesak bank besar-besar melakukan penyediaan fasilitas top up dan sosialisasi kurang cepat," kata Agus di Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Menurut Gubernur BI Agus DW Martowardojo, izin untuk bank dalam menarik biaya top up juga merupakan salah satu upaya percepatan penerapan transaksi nontunai di jalan tol.
Sekadar informasi, saat ini kartu uang elektronik yang berlaku di jalan tol antara lain e-Money dari Bank Mandiri, Tap-Cash dari Bank BNI, Brizzi dari Bank BRI serta kartu Flazz dari BCA.
Pungutan biaya top up ini hanya untuk bank-bank yang berpartisipasi melayani transaksi di jalan tol.
Bank indonesia (BI) menyatakan perbankan penerbit uang elektronik diperbolehkan untuk mengenakan biaya dari transaksi isi ulang alias top up.
BI akan Hapus Sistem Fee Transaksi Nontunai di Tol | PT Solid Gold Berjangka
Namun ke depannya agar meningkatkan perbankan menggeliatkan kartu elektronik ke masyarakat akan diizinkan penarikan fee pada saat top up atau isi ulang. "Agar semua bank bisa berpartisipasi," tambah dia.
Ke depannya, National Payment Gateway akan memungkinkan top up dilakukan di seluruh bank, tidak harus di bank yang mengeluarkan kartu seperti saat ini.
Guna meningkatkan geliat dari para perbankan, BI telah menyiapkan berbagai upaya. Saat ini, Agus melanjutkan, pihaknya tidak mengizinkan fee pada top up kartu elektronik.
Saat ini penerapan transaksi non tunai kebanyakan masih menerapkan bilateral antara Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dan perbankan. Namun kini pihaknya berharap ada kesertaan dari seluruh perbankan lain, bukan hanya BUMN.
Sehingga mekanisme yang ada berdasarkan MDR itu," ujarnya dalam penandatangan kerja sama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia di Menara Sjarifudin Prawiranegara BI, Rabu (31/5). Ia menambahkan, MDR sekitar 0,5 hingga 1 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo akan menghapus fee 0,3 persen oleh perbankan. Selama ini fee tersebut dibayarkan perbankan kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) terkait penggunaan transaksi nontunai.
Sebagai gantinya, BI akan menerapkan Merchant Discount Rate (MDR). Sistem ini merupakan base rate yang berkontribusi untuk berbagi MDR dan akan dibagikan kepada para pengusaha jalan tol, bank yang menerbitkan kartu elektronik money, penerima transaksi dan lembaga yang terlibat.
Bank Kaji Biaya Top Up E-Money Sekitar Rp2.000 | PT Solid Gold Berjangka
Sebagai informasi, berdasarkan data BI, jumlah uang elektronik beredar per April 2017 mencapai 57,76 juta atau naik 12,8 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2016, 51,2 juta.
Dari sisi transaksi, per April 2017, volume transaksi mencapai mencapai 55,63 juta transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp633,6 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah transaksi hanya 51,02 juta transaksi dengan nilai Rp515,23 triliun.
Adapun infrastruktur uang elektronik berupa mesin pembaca kartu (reader) per April 2017 mencapai 401,83 ribu unit atau naik dari posisi akhir tahun lalu, 374,86 ribu.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menjelaskan, pengenaan biaya tersebut dilakukan untuk memberikan insentif pada bank untuk memperbanyak infrastruktur pembayaran uang elektronik. Hal itu sejalan dengan rencana BI untuk menciptakan gerbang pembayaran nasional (National Payment Gateway/NPG). Melalui NPG, sistem platform uang elektronik (e-money) seluruh perbankan di Indonesia nantinya akan menjadi satu.
"Kalau tanpa fee untuk top-up, untuk mendesak bank secara besar-besaran melakukan penyediaan fasilitas top-up itu kurang cepat," ungkapnya.
Kendati belum disepakati industri, BI menjamin, besaran biaya top-up tersebut akan rasional.
Selain itu, upaya memperluas jangkauan uang elektronik juga didukung oleh BI dan pemerintah. Salah satunya, kewajiban pembayaran nontunai pada transaksi pembayaran jalan tol. Anggoro pun memperkirakan pengenaan biaya top-up bisa dilakukan sebelum Oktober 2017.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eny V Panggabean mengungkapkan, aturan pengenaan biaya pada top-up akan dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI). Implementasi PBI tersebut ditargetkan sebelum pelaksanaan integrasi sistem pembayaran elektronik jalan tol (ETC) pada Oktober 2017 mendatang.
"Menunggu Electronic Toll Collection (ETC) terbentuk di Oktober, baru kami akan keluarkan Peraturan BI," jelasanya.
Anggoro yang saat ini juga menjabat sebagai direktur PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengaku tidak khawatir pengenaan biaya pada top-up uang elektronik akan menjadi disinsentif bagi masyarakat untuk menggunakan uang elektronik. Pasalnya, perbankan meyakini pembayaran nontunai akan menjadi kebutuhan dan kebiasaan masyarakat ke depan. Hal itu tak lepas dari manfaat uang nontunai yang relatif lebih efisien dan aman bagi pengguna.
Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan, pengenaan biaya pada top-up akan memberikan insentif bagi bank untuk mengembangkan infrastruktur uang elektronik. Pengenaan biaya top-up sejenis juga telah diterapkan bank untuk biaya isi ulang pulsa telekomunikasi sebesar Rp1.500 per isi ulang.
"Sejauh ini kajian fee top-up dikisaran Rp1.500 hingga Rp2.000" ujar Anggoro di Jakarta, Rabu (31/5).
Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji pengenaan biaya untuk fasilitas penambahan saldo (top-up) uang elektronik (electronic money/e-money). Berdasarkan kajian awal industri, biaya yang akan dikenakan pada pengguna e-money tersebut akan berada dikisaran Rp1.500 hingga Rp2.000.