Bisnis asal Amerika Serikat (AS) itu dikabarkan mengalami kerugian bertahun-tahun | PT Solid Gold Berjangka
Akan tetapi, menurut Levita produk yang ditawarkan cenderung monoton. Sehingga tak mampu mempertahankan pasar yang sudah ada.
"Awal-awal dia enggak rugi kok. Dimana-mana kita lihat ramai, sehingga konsep 7-Eleven itu pun di ambil juga oleh pihak lain yang akhirnya mereka bikin kursi (tempat) juga. Orang mengganggap bahwa konsep mereka sukses," terangnya
"Jadi sebenarnya awalnya 7-Eleven itu sukses. Tapi di kemudian hari kenapa mereka bisa rugi mungkin karena mereka kurang kreatif menciptakan produk-produk baru," tukasnya.
Sevel sendiri bukan jugapetarung yang buruk. Sejak kemunculan di Indonesia,sevel begitu melejit sekitar 2010. Bahkan banyak waralaba yang serupa meniru konsep darisevel, yaitu toko sekaligus tempat bersantai.
Maka dari itu, Levita mengatakan, setiap pelaku usaha harus memiliki inovasi dalam menjalankan bisnisnya supaya bisa tetap eksis dan bisa berkembang.
"Itu wajar saja ya, namanya juga persaingan. Sehingga mengharuskan mereka lebih kreatif, dan bisnisnya bisa berjalan baik," pungkas Levita.
Ia mengatakan, hal itu terjadi karena setiap pelaku bisnis berupaya untuk mengambil pangsa pasar lawan bisnisnya.
"Mereka itu bersebelahan, karena biasanya persaingan tempat, harga, jadi saling mematikan. Tentu yang namanya bisnis, kalau melihat bisnis lain sukses, jenis bisnis lain akan mencoba merebut pasar dari bisnis lain," kata dia.
Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Supit, mengakui kondisi persaingan bisnis waralaba di Indonesia memang cukup tinggi. Namun, hal itu masih dinilai wajar terjadi di dunia bisnis.
"Contohnya seperti Alfamart dan Indomart, posisi mereka selalu berdekatan. Padahal bisnisnya sama. Sekarang pun enggak cuma Alfamart Indomart, sekarang McD dan KFC juga sebelah-sebelahan," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Senin (24/4/2017).
Bisnis waralaba 7-Eleven alias di Indonesia diakuisisi oleh PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI). Bisnis asal Amerika Serikat (AS) itu dikabarkan mengalami kerugian bertahun-tahun.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi persaingan bisnis waralaba di Indonesia?
Begini Pergerakan Saham Sevel Setelah Dicaplok Charoen Pokphand | PT Solid Gold Berjangka
Sementara saham PT Modern Internasional Tbk (MDRN) yang merupakan induk usaha dari MSI juga bergerak menguat. Terpantau saham MDRN menguat 7 poin dari penutupan sebelumnya Rp 62 menjadi Rp 69 per saham.
Saham MDRN juga sempat menguat ke level Rp 83 per saham pada pukul 09.55 JATS. Namun saham MDRN kembali jatuh ke level Rp 73 per saham pada 10.25 JATS. Menjelang penutupan sesi pertama saham MDRN bertahan di level Rp 76 per saham.
MElansir dari data BEI, Selasa (25/4/2017), saham CPIN hari ini dibuka menguat 50 poin dari penutupan sebelumnya Rp 3.300 menjadi Rp 3.350 per saham. Pada pukul 10.05 JATS saham CPIN justru sempat anjlok hingga level Rp 3.280 per saham.
Namun setelah itu saham CPIN kembali ke jalur positif dan terus bergerak di atas level Rp 3.300.
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) melalui entitas anak usahanya PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) membeli bisnis waralaba 7-Eleven di Indonesia dari PT Modern Sevel Indonesia (MSI). Transaksi peralihan bisnis bernilai Rp 1 triliun.
Setelah mencaplok sebuah lini bisnis baru, pergerakan saham CPIN hari ini bergerak di jalur hijau. Namun penguatan yang terjadi tidak begitu maksimal.
Kesalahan Sevel: Diam Saat Dicontek Kompetitor | PT Solid Gold Berjangka
Djoko menambahkan, kesalahan lain dari sevel adalah tidak main di luar Jabodetabek. Indomaret, kata Djoko yang meniru konsep sevel melalui nama Indomaret Point justru sekarang lebih berkembang pesat.
"Konsep sevel sudah disamai oleh Indomaret Point. Bahkan lebih bagus karena berani main sampai ke daerah-daerah," terangnya.
Kondisi semakin buruk akibat regulasi pemerintah, salah satunya larangan penjualan alkohol di minimarket. Tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol.
Pada sisi lain, ekonomi juga tengah dalam perlambatan. Sehingga kemampuan masyarakat untuk belanja juga berkurang. Kondisi ini yang memunculkan ungkapan banyak orang nongkrong di sevel tapi enggak jajan. Ujungnya, 30 gerai sevel ditutup.
Sayangnya ketika mendapatkan perlawanan, sevel hanya diam. Tidak ada sesuatu yang baru dimainkan sevel sejak awal kemunculan di Indonesia. Maka bukan suatu yang aneh bila kemudian lapak sevel disalip oleh kompetitor.
"Awalnya konsep itu milik sevel, tapi ditiru oleh yang lain dan sevel tidak ada perkembangan. Padahal dalam strategi bisnis ketika bisa mendapatkan momentum maka harus terus dikembangkan," jelasnya.
Waralaba yang dikenal dengan sebutan sevel ini tadinya memiliki kekuatan pada konsep. Sevel hadir berbeda di tengah dominasi Alfamart, dan Indomaret serta Circle K. Di mana tidak hanya menjual produk, namun juga memberikan tempat untuk bersantai berupa kursi, meja hingga wifi.
Pada 2011 lalu, memang baru 50 gerai yang tersedia, akan tetapi setahun kemudian meningkat menjadi dua kali lipat. Dua tahun kemudian, jumlah gerai sevel di Jakarta dan sekitarnya sudah mencapai 190 gerai.
Cepatnya progres bisnis sevel sempat membuat para kompetitor sulit bernafas. Pemain lama bahkan meniru cara sevel menyediakan fasilitas dengan sangat spesifik. Meskipun namanya berbeda. Ada juga pemain baru, seperti Lawson, Family Mart.
Umur 7-eleven terbilang pendek. Masuk ke Indonesia pada 2008 silam, menghebohkan pasar dalam negeri dengan konsepnya, hingga harus menelan pil pahit atas kerugian beruntun dalam dua tahun terakhir.
21 April 2017, PT Modern Internasional Tbk mengumumkan penjualan 7-eleven kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) yang merupakan entitas dari PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) Tbk. Nilainya mencapai Rp 1 triliun.
"Kesalahan 7-eleven adalah tidak berkembang," kata Konsultan Bisnis Djoko Kurniawan kepada detikFinance, Selasa (25/4/2017).