BPK yang berpotensi merugikan negara paling besar berasal dari dampak pembuangan limbah operasional penambangan | PT Solid Gold Berjangka Cabang Jakarta
Freeport juga melaporkan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) setiap tahunnya. “Kami lakukan reguler audit jadi sudah melakukan kewajiban,” ujar Riza.
Salah satu temuan BPK yang berpotensi merugikan negara paling besar berasal dari dampak pembuangan limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan, dan ada yang telah mencapai kawasan laut. Nilainya mencapai Rp 185 triliun.
President dan CEO Freeport McMoRan Inc. Richard C. Adkerson tidak mau berkomentar terkait temuan BPK tersebut. Sementara, Juru Bicara Freeport Riza Pratama mengatakan pihaknya sudah mengantongi perizinan lingkungan dalam melaksanakan operasional Freeport, sehingga temuan BPK yang dialamatkan kepada perusahaannya itu sudah terlaksana.
Proses negosiasi dengan Freeport Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak Februari lalu. Ada dua poin dalam negosiasi yakni jangka pendek mengenai perubahan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan jangka panjang yang mengenai empat hal tadi.
Proses negosiasi ditargetkan selesai dalam waktu delapan bulan. Artinya, saat ini tinggal tersisa lima bulan menyelesaikan proses tersebut. Setelah itulah, pemerintah akan mulai membahas temuan BPK dengan PT Freeport Indonesia.
Seperti diketahui, BPK menemukan adanya potensi kerugian negara akibat operasional Freeport Indonesia di Papua sebesar Rp 185,58 triliun. Penyebabnya adalah sejumlah pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat itu.
Keempat, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). "Keempat substansi pembahasan ini harus dilaksanakan satu paket, ini yang menjadi bekal kami berdasarkan arahan dari Pak Menteri (ESDM)," kata Teguh di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (4/5).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan, pembahasan temuan BPK mengenai pelanggaran lingkungan itu akan dibahas secara intensif dengan Freeport setelah masa perundingan antara kedua belah pihak berakhir lima bulan ke depan. Alasannya, selama beberapa bulan mendatang, pemerintah fokus mencapai kesepakatan empat poin negosiasi dengan Freeport.
Pertama, stabilitas investasi jangka panjang dalam bentuk jaminan fiskal, baik di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kedua, kewajiban divestasi saham. Ketiga, kelangsungan operasi Freeport setelah kontraknya habis tahun 2021.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap akan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai adanya pelanggaran lingkungan yang dilakukan PT Freeport Indonesia. Namun, masalah ini bru akan dibahas setelah proses negosiasi investasi jangka panjang perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebur rampung.
Menteri ESDM berharap perundingan dengan Freeport selesai dua bulan | PT Solid Gold Berjangka Cabang Jakarta
Perundingan tahap kedua ini merupakan kelanjutan dari perundingan kedua pihak sejak 10 Februari 2017 .
Perundingan dimulai sejak pukul 16.30 WIB di Ruang Sarulla, Kementerian ESDM, dan dihadiri berbagai pihak, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, BKPM, Kejaksaan Agung, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi dan Bupati Mimika Eltinus Omaleng serta masyarakat dari Suku Amungme dan Kamoro.
Kedua soal divestasi, kemudian ketiga kelangsungan operasi Freeport setelah masa Kontrak Karya berakhir 2021 dan terakhir tentang pembangunan smelter (pemurnian mineral).
"Pak Menteri juga memberikan penegasan bahwa keempat substansi pembahasan harus dilaksanakan secara satu paket. Itu yang menjadi catatan dan bekal kami di tim perundingan," kata Teguh.
Dalam perundingan tahap kedua yang dihadiri Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar serta CEO Freeport McMoran Richard Adkerson, ada empat hal yang akan terus dibahas dalam perundingan selanjutnya.
Teguh yang juga ketua tim perundingan pemerintah dengan Freeport mengatakan, hal pertama yang dibahas mengenai stabilitas investasi, yakni berkaitan dengan ketentuan-ketentuan fiskal, seperti perpajakan pusat maupun daerah.
"Kita masih ada waktu lima bulan, tetapi harapan Pak Menteri, sebelum lima bulan, kalau memang bisa terselesaikan dalam waktu satu atau dua bulan, itu lebih apresiasi untuk percepatan tim perundingan," kata Teguh usai perundingan tahap kedua dengan Freeport di Kementerian ESDM Jakarta, hari ini.
"Kita masih ada waktu lima bulan, tetapi harapan Pak Menteri, sebelum lima bulan, kalau memang bisa terselesaikan dalam waktu satu atau dua bulan, itu lebih apresiasi untuk percepatan tim perundingan," kata Teguh usai perundingan tahap kedua dengan Freeport di Kementerian ESDM Jakarta, hari ini.
Freeport Menimbang Ulang Niat Melangkah ke Arbitrase | PT Solid Gold Berjangka Cabang Jakarta
Namun, Freeport bersikukuh pemerintah tak dapat mengubah ketentuan hukum dan fiskal yang telah berlaku dalam KK menjadi ketentuan berdasarkan status IUPK. Karena berdasarkan UU 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, KK tetap sah berlaku hingga jangka waktunya berakhir.
Untuk itu, Freeport-McMoran inc secara resmi memberikan waktu kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali poin-poin terkait pemberian izin rekomendasi ekspor berdasarkan ketentuan KK.
Jika tidak dipenuhi, maka Freeport siap ajukan arbitrase. Pengajuan arbitrase layak ditempuh karena perusahaan menilai pemerintah tak konsisten dalam menjalankan aturan hukum yang telah dibuatnya sendiri, yakni UU Minerba.
Hal ini dimaksudkan agar Freeport bisa kembali melakukan ekspor, sehingga tambang di Papua bisa berjalan dengan normal. Sejak pemerintah melarang ekspor bagi Freeport, kapasitas produksi perusahaan tinggal 40 persen.
Kepastian pemberian IUPK sementara ini tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2017.
Aktivitas ekspor Freeport terhenti setelah terhalang Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 yang merupakan turunan dari PP 1 2017. Di dalam peraturan tersebut, izin ekspor bagi Freeport bisa diberikan asalkan status KK Freeport berubah menjadi IUPK.
Jika tadinya kami ingin pembahasan ini bisa berlangsung enam bulan mendatang, pak Menteri (Ignasius Jonan) malah appreciate (mengapresiasi) jika ini bisa diselesaikan dalam waktu lima bulan mendatang," imbuh Teguh.
Sebelumnya, pemerintah memberikan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara bagi Freeport sembari melakukan perundingan empat poin itu dengan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menerangkan, stabilitas investasi menjadi satu dari empat poin perundingan yang masih dibicarakan hingga Oktober mendatang.
Seluruh aspek tersebut diharapkan bisa melahirkan keputusan jangka panjang bagi kelangsungan operasional Freeport pasca KK kedaluwarsa pada 2021 mendatang dan kepastian perubahan status KK menjadi IUPK.
Adapun, tiga poin lainnya, yaitu komitmen pembangunan smelter, divestasi maksimal sebesar 51 persen, dan kelangsungan operasi pasca kontrak habis. Diharapkan, empat poin ini bisa dilakukan lebih cepat dari tenggat waktu semula.
Lebih lanjut ia menuturkan, perhatian perusahaan dalam perundingan ini tentunya untuk mendapatkan kepastian tentang stabilitas investasi yang akan dilakukan Freeport di masa depan.
Menurutnya, stabilitas investasi dibutuhkan, mengingat perusahaan tengah fokus dalam proyek pertambangan bawah tanah (underground mining) dengan nilai mencapai US$15 miiiar. "Tanpa adanya stabilisasi, kami tidak bisa investasi," tegas Adkerson.
Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoran Richard Adkerson mengatakan, Freeport datang ke Indonesia dengan niatan baik. Ia mengaku, sangat gembira ketika pemerintah Indonesia membuka perundingan terkait polemik ini.
"Kami pun sebenarnya tidak pernah ada keinginan untuk membawa ini (pemasalahan) ke arbitrase, seiring dengan permasalahan ini menunjukkan arah perbaikan. Kami berharap, nantinya ada win-win solution yang didapat," ujarnya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (4/5).
Induk usaha PT Freeport Indonesia, Freeport McMorran Cooper and Gold inc, berencana mengurungkan niatnya membawa sengketa Kontrak Karya (KK) usai penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 dengan pemerintah Indonesia ke arbitrase. Dengan catatan, kedua belah pihak berunding dan menemui jalan terbaik untuk masing-masing.