Sri Mulyani angkat bicara soal tulisan kolumnis South China Morning Post, Jake Van Der Kemp | PT Solid Gold Berjangka Cabang Palembang
Jake mempertanyakan klaim peringkat ketiga dalam hal pertumbuhan ekonomi seperti yang disampaikan Jokowi saat kunjungan ke Hongkong.
Sebab, di Asia, banyak negara yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi daripada Indonesia.
Misalnya Vietnam 6,2 persen, Timor Leste 5,5 persen, Papua Nugini 5,4 persen dan Myanmar 7,3 persen.
Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 5,02 persen.
"Kalau seluruh dunia kan banyak negara-negara yang income-nya lebih rendah dari Indonesia tapi gross-nya tinggi. Di ASEAN saja kalau kita lihat Kamboja dan Laos itu lebih tinggi dari kita," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Jake sebelumnya menulis opini di South China Morning Post dengan judul: "Sorry President Widodo, GDP Rankings are Economists Equivalent of Fake News".
Sri Mulyani mengatakan, idealnya pertumbuhan ekonomi Indonesia memang harus dibandingkan dengan negara-negara berkembang yang pendapatannya setara.
Tidak adil jika membandingkan ekonomi Indonesia dengan negara-negara yang pendapatannya jauh lebih rendah.
Sri Mulyani meminta Jake untuk melihat lagi slide presentasi yang ditampilkan saat Jokowi berpidato di Hongkong beberapa waktu lalu.
Pada slide itu jelas disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah nomor tiga terbaik dibandingkan negara-negara G-20.
Ia menjelaskan, yang dimaksud Jokowi adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik ketiga di antara negara-negara G-20, bukan di seluruh dunia.
"Ya ini kan tidak klaim bahwa paling tinggi seluruh dunia. Beliau (Jokowi) mengatakan di dalam negara-negara G-20 emerging market," kata Sri Mulyani, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Jake bahkan menyebut Jokowi telah menyebarkan berita palsu alias hoaks.
Sri Mulyani mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,02 persen bukan yang ketiga terbaik di dunia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara soal tulisan kolumnis South China Morning Post, Jake Van Der Kemp.
Jake menulis bahwa Presiden Joko Widodo salah data mengenai data pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang disebut menempati urutan ketiga terbaik di dunia, setelah China dan India.
Rezim Dikuasai Hoax | PT Solid Gold Berjangka Cabang Palembang
Opini tersebut jelas menampar saya sebagai orang Indonesia. Apalagi pernyataan Jokowi dituduh 'mengarang cerita soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hebat'. Saya yakin Pak Jokowi hanya mendapat data dan informasi dari para pembantunya dalam hal ini para menteri terkait.
Siapa yang memberi data yang 'debatable' disajikan di forum internasional saat Jokowi kunjungan ke Hong Kong. Para menteri terkait harus menjelaskan dan bertanggung atas data yang dibantah pengamat ekonomi internasional. Jangan sampai Jokowi dipermalukan dengan data tak akurat di depan mata internasional.
Selanjutnya Pak Jake menguraikan pendapatnya. Dia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di kisaran 5,02 persen itu hanya berada di urutan ke-13. Urutan tersebut pun bukan dunia tetapi di kawasan Asia.
Om Jake pun menjelaskan siapa saja negara yang masuk 12 besar dalam pertumbuhan ekonomi Asia tersebut. Dia menulis India 7,5 persen, Laos 7,4 persen , Myanmar 7,3 persen, Kamboja 7,2 persen, Bangladesh 7,1 persen, Filipina 6,2 persen, China 6,7 persen, Palau 5,5 persen, dan Timor Leste 5,5 persen.
Setelah baca opini tersebut saya dibuat semakin heran. Apalagi Pak Jake mengatakan pernyataan yang bikin penasaran. "Don't let the facts get in way of good story."
Si Jake mengutip ucapan Jokowi. "Indonesia's economic growth is the third in the world after India and China," said Indonesian President Joko Widodo.
Dengan nada yang menyeleneh, Jake menulis opininya dengan kalimat: Third in the world, is it? What world is that? Pernyataannya tersebut seakan balik bertanya dari mana angka pertumbuhan ekonomi Indonesia berada nomor ketiga dunia tersebut.
Saya cukup terkejut membaca kolom bisnis di South China Morning Post (SCMP). Seorang pengamat ekonomi Jake Van Der Kamp menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo dalam kolom opini bisnisnya.
Pada edisi 1 Mei SCMP, Jake Van Der Kamp memberi judul opininya sangat menghentak. "Opinion : Sorry President Widodo, GDP Ranking are Economists' Equivalent of Fake News."
Tak kami persoalkan ranking itu, anggap saja LBP blufing sebagaimana biasanya.
Kali ini fatal karena dikemukakan Presiden Jokowi di fora internasional. Lalu disebut para ekonom data fake. Saya kutip pandangan ekonom Hongkong, dikutip ekonom Indonesia di sana, dan menjadi trending topic di Sosmed.
Dengan gaya sedang menelpon Sri Mulyani di New York (markas Bank Dunia), dengan menyitir Sri, LBP lantas mengemukakan ranking itu ke forum. Kami senyum-senyum saja, karena kami tahu itu yang ngarang. Tapi sempat saya tanya ke LBP, mengapa pemerintah selalu berdusta?
Kami, Syahganda Nainggolan, Iksan Modjo, Sofiano, Connie Rahakundini, Taufikurrahman Ruki, dan Ferdinan Hutahayan diundang LBP, setelah kami mengkritik program tax amnesty sebagai pengampunan para koruptor BLBI, mafia narkoba, judi, pengemplang pajak, dan penjahat tax heaven. Tak disebut ranking ketiga dari G20, melainkan dunia.
Tampaknya, rezim Presiden Jokowi penganut mazhab yang dikemukakan Dr. Syahganda Nainggolan, "How to lie with statistic". Masalahnya, Presiden Clinton diimpeach bukan karena blowjob dengan Lewinsky, melainkan karena berdusta!
Ranking ketiga dunia itu sudah saya dengar dari Luhut Binsar Panjaitan (LBP) bulan puasa lalu ketika kami diundang ke kantor Menko Polhukam, kantor LBP.
Kasihan Mukidi. Kekurangan RAM (random access memory). Mestinya mininal 4 giga, adanya 1 giga. Terus-terusan hang. Kalau mau berdusta, kira-kira dulu deh, yang kira-kira tak ketahuan. Malu-maluin bangsa Indonesia. Data ekonomi di-hoax-in yang di tiap pusat statistik dunia tercantum 24 jam.
Istana Sebut Kolumnis Ekonomi yang Kritik Jokowi Salah Paham | PT Solid Gold Berjangka Cabang Palembang
Pernyataan Jokowi itu dikritik Jake. Ia lantas menulis opini di media berbahasa Inggris terbesar di Hong Kong dengan judul: "Sorry President Widodo, GDP Rankings are Economists Equivalent of Fake News".
Jake mempertanyakan klaim peringkat ketiga dalam hal pertumbuhan ekonomi seperti yang disampaikan Jokowi. Sebab di Asia, banyak negara yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi daripada Indonesia.
Misalnya Vietnam 6,2 persen, Timor Leste 5,5 persen, Papua Nugini 5,4 persen dan Myanmar 7,3 persen. Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 mencapai 5,02 persen.
Presiden Jokowi sebelumnya menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang terbaik ketiga setelah China dan India. Pernyataan itu diungkapkan Presiden saat kunjungan kerja ke Hong Kong.
Negara-negara G-20 antara lain, Amerika Serikat, Uni Eropa, Britania Raya, Perancis, Republik Rakyat Tiongkok, Italia, India, Jepang, Arab Saudi dan Rusia.
Pernyataan Presiden tersebut, lanjut Teten, bukan sekali dua kali diungkapkan. Jika melakukan kunjungan kerja ke mana pun, Presiden Jokowi selalu mengungkapkan data tersebut.
"Jadi data itu sudah sangat sering disampaikan ke masyarakat, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik ketiga di antara negara G-20," ujar Teten.
Teten mengklarifikasi, Presiden Jokowi sebenarnya menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbaik ketiga di antara negara-negara yang tergabung di dalam G-20, bukan di antara negara-negara di Asia.
"Yang disampaikan Presiden dalam slide-nya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam hal pertumbuhan ekonomi setelah China dan India, dalam negara G-20. Bukan Asia atau dunia," ujar Teten.
Jake adalah kolumnis ekonomi di media massa Hong Kong bernama South China Morning Post yang mengkritik penyataan Presiden Jokowi dalam kunjungan kerja ke Hong Kong tentang pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
"Saya pikir, beliau salah paham terhadap pernyataan Presiden," ujar Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Rabu (3/5/2017).
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki mengatakan, kolumnis Jake Van Der Kemp telah salah paham terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo.