Ekonomi Indonesia pada 2016 tumbuh 5,02 persen lebih tinggi | PT Solid Gold Berjangka
Andil terdapat inflasi Januari mencapai 0,43 persen. Penyumbang terbesarnya yaitu kenaikan biaya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang memiliki andil 0,23 persen, tarif pulsa 0,14 persen, dan harga BBM 0,08 persen.
Sektor lain yang ikut mengerek inflasi Januari yaitu kenaikan pengeluaran di sektor perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 1,09 persen.
Pada 2016 lalu, BPS mencatat inflasi mencapai 3,02 persen, alias yang terendah sejak 2010.
Tahun ini, berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah membuat asumsi inflasi tidak lebih dari 4,0 persen.
Menurut Suharyanto, pemerintah memiliki tugas berat menjaga inflasi pada tahun ini. Sebab sejumlah harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) sudah terlanjur dinaikkan.
"Saya sebut tantangan inflasi 2017 berat," ujar Suharyanto seperti dikutip dari Kompas.com.
Inflasi Januari 2017 didorong oleh kenaikan pengeluaran di sektor transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mencapai 2,35 persen.
Menurut Suharyanto, pemerintah memiliki tugas berat menjaga inflasi pada tahun ini. Sebab sejumlah harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) sudah terlanjur dinaikkan.
"Saya sebut tantangan inflasi 2017 berat," ujar Suharyanto seperti dikutip dari Kompas.com.
Inflasi Januari 2017 didorong oleh kenaikan pengeluaran di sektor transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mencapai 2,35 persen.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengakui target ini meleset dari perkiraannya yang mencapai 5,1 persen.
Darmin menunjuk belanja pemerintah pada kuartal IV 2016 yang lebih rendah dari periode yang sama 2015 sebagai penyebab.
Sektor keuangan tumbuh paling besar karena dampak pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga jasa perantara keuangan. Selain itu disokong pertumbuhan pendapatan operasional lembaga pembiayaan.
Dari sisi pemerataan, struktur ekonomi Indonesia secara masih didominasi wilayah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,49 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 22,03 persen, dan Pulau Kalimantan 7,85 persen. Daerah lain, tak lebih dari 6,04 persen.
Angka ini didasarkan dari Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada 2016 yang mencapai Rp12.406,8 triliun.
Sedangkan Ekonomi Indonesia pada 2016 tumbuh 5,02 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2015 sebesar 4,88 persen.
Menurut Kepala BPS Suharyanto, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 8,90 persen.
Pendapatan per kapita orang Indonesia naik 6,2 persen pada 2016 dibanding tahun sebelumnya.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata orang Indonesia pada 2016 mencapai Rp47,96 juta setahun. Pada tahun sebelumnya, pendapatan itu mencapai Rp45,14 juta.
Target Ekonomi Meleset, Pemerintah Akui Kontribusinya Merosot | PT Solid Gold Berjangka
"Kalau kegiatan ekonomi itu dia butuh stimulus di daya beli. Orang mau jualan kalau ada daya beli. Yang beli kan kalau pasarnya ga meningkat ya dia akan diam saja," ujarnya.
Catatan BPS, sumbangan terhadap distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2016 masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, kontribusi konsumsi rumah tangga di tahun 2016 mencapai 56,5 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding komponen lainnya, seperti investasi dengan porsi 32,57 persen, kinerja ekspor impor dengan sumbangan 19,08 persen, konsumsi pemerintah sebesar 9,45 persen.
Ia merinci, tantangan pemerintah dalam mengajar pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1 persen adalah menjaga kinerja nilai tukar rupiah. Meski pada prinsipnya, Eko menilai bahwa kinerja kurs rupiah terimplikasi dari dinamika ekonomi global terutama oelh AS dan Cina.
Sedangkan tantangan kedua adalah menjaga daya beli masyarakat. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 ini masih akan didorong oleh konsumsi rumah tangga. Artinya, raihan pertumbuhan konsumsi masyarakat mau tak mau masih akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
Ia merinci, tantangan pemerintah dalam mengajar pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1 persen adalah menjaga kinerja nilai tukar rupiah. Meski pada prinsipnya, Eko menilai bahwa kinerja kurs rupiah terimplikasi dari dinamika ekonomi global terutama oelh AS dan Cina.
Sedangkan tantangan kedua adalah menjaga daya beli masyarakat. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 ini masih akan didorong oleh konsumsi rumah tangga. Artinya, raihan pertumbuhan konsumsi masyarakat mau tak mau masih akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
Darmin mengatakan, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 ini diyakini lebih "normal" dibanding tahun lalu. Apalagi dengan target penerimaan pajak yang dipasang lebih realistis. Pertumbuhan juga didukung dengan proyeksi kinerja ekspor impor yang akan membaik tahun ini, seiring dengan perbaikan harga komoditas. "Kalau melihat tendensinya, perbaikan ekspor ini akan berlanjut," ujar Darmin.
Selain itu Darmin juga mengatakan bahwa tantangan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 2017 ini adalah menjaga angka inflasi agar tak terlalu tinggi. Ia menilai bahwa inflasi yang bisa dijaga bisa mendorong daya beli masyarakat. Artinya, konsumsi rumah tangga bisa tetap dijaga, sementara konsumsi pemerintah diperbaiki di tahun ini. "Konsumsi rumah tangga di tahun 2016 juga masih bagus, di atas 5 persen kok," katanya.
Kalau Anda lihat, faktor apa yang negatif sebagai sumber dari pertumbuhan itu karena konsumsi pemerintah. Tapi paling tidak sasaran dari penurunannya itu boleh dikatakan masih oke sehingga pertumbuhan kita masih baik," ujar Darmin di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (6/2).
Namun, Darnin juga menambahkan bahwa paling tidak belanja modal pemerintah tidak berdiri sendiri lantaran perhitungannya bergabung dengan investasi. Dilihat dari investasi pun, Darmin menilai capaian pertumbuhan investasi dengan nilai 4,48 persen tidaklah terlaku buruk. Ia juga memandang bahwa pertumbuhan ekonomi tahunan dengan angka 5,02 persen tidak lah buruk di tengah pemangkasan anggaran dan dinamika ekonomi global yang bergejolak.
- Pemerintah mengakui kontribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi 2016 lalu mengalami penurunan. Sesuai catatan Badan Pusat Statistik, sumbangan konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2016 tumbuh negatif, yakni -0,15 persen. Sementara porsi konsumsi pemerintah dalam distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar, 9,45 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, salah satu faktor yang akhirnya membuat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2016 sedikit melambat adalah penerimaan pemerintah yang seret di tahun lalu. Apalagi, adanya shortfall penerimaan pajak membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memangkas anggaran dan menunda transfer ke daerah di kuartal kedua dan ketiga tahun lalu.
Ini Penyebab Pertumbuhan Ekonomi di Bawah Harapan | PT Solid Gold Berjangka
Membaiknya postur belanja negara juga diprediksi mengerek peningkatan konsumsi pemerintah dan konsumsi masyarakat.
Juga, untuk memacu pertumbuhan ekonomi tahun ini, pemerintah berancana untuk menajamkan kebijakan di sejumlah sektor termasuk pariwisata hingga manufaktur.
Namun demikian, bayangan inflasi nampaknya masih menjadi pekerjaan rumah di tengah upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi tahun ini. “Masih sibuk masalah inflasi,” jelasnya.
Kalau dilihat faktor apa yang mendorong ke arah itu memang penerimaan kita waktu itu, memang tidak begitu baik makanya dilakukan pemotongan anggaran. Namun, paling tidak sasaran dari penurunannya itu boleh dikatakan masih oke sehingga pertumbuhan kita masih baik,” ujar Darmin kepada wartawan di Kantor PP-INSW, Jakarta Senin 6 Februari 2017.
Meski begitu, angka pertumbuhan tersebut, tidak terlalu buruk. Sebab, di tengah pemangkasan anggaran dan menurunnya konsumsi pemerintah, pertumbuhan ekonomi masih menyentuh angka di atas 5 persen.
Terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini, Darmin optimis bakal lebih baik dari tahun lalu. Pasalnya, postur APBN 2017 sudah menunjukkan arah perbaikan.
Pada 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02 persen. Nilai pertumbuhan itu masih di bawah harapan pemerintah.
Dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekenomian, Darmin Nasution jika salah satu penyebabnya adalah belanja pemerintah yang minim. Pada tahun 2016, konsumsi pemerintah anjlok hingga 4,05 persen.
Selain itu, menurut Darmin penyebab lainnya yakni penerimaan negara. Seperti diketahui sebesar Rp 1.551,8 triliun atau cuma 86,9 persen dari target dalam APBN-P 2016.
Solid Gold